Setiap zaman atau tempat memiliki nilai unik serta berbeda yang tidak bisa dimiliki oleh zaman juga tempat lainnya dengan kondisi yang sama seperti sebelumnya. Karena waktu terus berputar pada porosnya dan perubahan terus bergulir sesuai zaman dan kondisinya.

Senada dengan peribahasa dalam Bahasa Arab yang diajarkan di pondok pesantren ‘Kullu Maqoolin Maqoomun, Wakullu Maqoomin Maqoolun’ yang artinya, “setiap pekataan memiliki tempat dan setiap tempat memiliki perkataan,”.

Begitulah dengan kondisi santri-santri saat ini, meski sejak dahulu mereka diartikan sebagai orang yang hidup dan belajar di pondok pesantren, adapun tantangan yang dirasakan oleh santri zaman sekarang ini tentunya berbeda dengan santri-santri sebelumnya. Karena kondisi zaman saat ini yang kian banyak perubahan dan perkembangan pada sektor sosial dan tatanan kehidupan.

Tantangan yang dirasakan oleh santri zaman now, terkhusus saat ini sedang memasuki era millenial atau digital. Santri zaman now dituntut harus bisa bergaul atau menyesuaikan pergaulan karena  tantangan terbesar yang dirasakan oleh santri zaman now adalah kemampuan untuk bergaul dengan lingkungan sekitarnya. Sebab, stigma masyarakat yang kerap diidentikkan kepada santri adalah mereka pemuda yang kolot dan sulit bergaul.

Masyarakat juga menyimpan harapan yang amat besar terhadap santri zaman now yang berada di pondok pesantren. Santri, dipandang sebagai insan yang mendalami ilmu agama, tentunya masyarakat memiliki harapan lebih kepada para santri di pondok pesantren sebagai Figur tauladan Umat Muslim. Lebih dari itu, mereka dituntut menjadi pionir pengganti dari tokoh-tokoh agama dikalangan masyarakat setempat.  

Karena tuntutan dari masyarakat begitu besar tanpa memandang seorang santri basic-nya entah dari pesantren salaf ataupun modern. Masayarakat itu memandang santri adalah orang yang paham segala hal tentang agama. Ketika ditanya permasalahan tentang agama dan kita gak bisa menjawab, maka turunlah derajat nama santri atau nama pesantren.

Selain itu, Santri juga harus mampu menguasai teknologi informasi pada era digitalisasi saat ini. Akan tetapi, pada umumnya pesantren itu melarang setiap santriya untuk menggunakan ponsel karena bisa mengganggu proses belajar-mengajar. Meski begitu, di era digital, santri tetap harus melek teknologi. Sebab, teknologi bisa menjadi instrumen untuk menyebarkan nilai-nilai Islam. Maka pendidikan pesantren harus mampu menyesuaikan keadaan tidak selalu berpegang kepada peraturan peraturan baku yang lama dan sudah tidak relevan dengan kondisi kemajuan teknologi. 

Maka, yang dulunya santri hanya terfokus kepada kitab-kitab kuning, Al Quran, dan buku-buku agama, saat ini santri harus mulai melek teknologi. Pada akhirnya, Santri harus pandai cara mengaplikasikan ilmu agama yang dia dapat dari pendidikan pesantren melalui teknologi informasi di era digitalisasi ini.

Santri zaman now juga harus bijak menggunakan teknologi pada media sosial. Karena realita yang terjadi, media sosial sering disalahgunakan menjadi tempat untuk menyebarkan kabar bohong alias Hoax. Maka tantangan selanjutnya adalah bagaimana supaya kabar yang diterima ataupun disebarkan oleh para santri tidak berdampak negatif tetapi berdampak positif untuk kemajuan bangsa Indonesia.

Karena harapan masyarakat terhadap Santri begitu sangat besar, mereka dianggap penyelamat moral bangsa dengan membawa nilai-nilai pendidikan pesantren yang kental dengan tatakrama dan akhlakul karimah. Selain itu, Santri juga terbentur tantangan zaman yang masuk kepada tatanan sosial kehidupan yaitu kemajuan teknologi informasi (era digitalisasi). Maka, Santri zaman now harus mampu menyesuaikan diri dengan menjadi pribadi yang berakhlakul karimah juga menguasai teknologi informasi guna mampu menyebarkan nilai-nilai agama melalui media yang saat ini sudah banyak tersedia.

By Gilang Ramadhan

Hidup Sekali, Hiduplah yang Berarti Salam Lestari, Salam Literasi, dari Santri Sukabumi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *