Ditengah carut marutnya Dunia Pendidikan Indonesia, ditambah kasus asusila dan kemerosotan moral anak bangsa yang mencoreng nama baik Pendidikan Indonesia. Hal inilah yang mengindikasikan gagalnya sistem Pendidikan Indonesia yang seharusnya menjembatani generasi-generasi anak bangsa menjadi pionir untuk kemajuan negara di masa yang akan datang nantinya.

Mungkin banyak lembaga Pendidikan yang dikatakan suskes mencetak generasi dengan intelektual yang tinggi, tapi gagal dalam mencetak moral dan karakter yang kian hari menjadi hal yang tak lagi berarti. Bahkan, media yang menjadi corong pusat informasi malah dipenuhi kasus-kasus terpuruknya akhlak, moral, dan karakter generasi bangsa dengan berbagai motif-motif yang berbeda.

Sebagian orang menganggap bahwa tingkat kemajuan Pendidikan Bangsa diukur dari segi kecerdasan otak dan intelektualitasnya saja. Sedangkan Pendidikan Moral, Karakter yang menjadi bagian dari Pendidikan Agama tidak lagi dianggap perlu bahkan sebagian sudah tidak lagi mencantumkan pelajaran agama dalam jadwal pelajarannya. Inilah yang membuat karakter, moral, dan akhlak generasi bangsa rapuh bahkan hancur perlahan tapi pasti.

Suatu lembaga Pendidikan, tidak semua mampu mengajarkan hal-hal baik sesuai dengan ajaran Islam. Didalamnya, terkadang banyak hal yang tidak sesuai dengan Pendidikan Agama dan norma-norma keislaman. Oleh sebab itu, Pesantren seolah menjadi air ditengah keringnya Pendidikan Moral anak bangsa. Pesantren yang merupakan lembaga pendidikan islam yang berusaha memelihara dan mengembangkan fitrah serta sumber daya insani menuju terbentuknya insan kamil yang bermoral serta berkarakter islami.

Pesantren yang merupakan lembaga pendidikan dengan jumlah yang sangat besar dan penyebarannya yang pesat di berbagai pelosok tanah air telah banyak mencetak generasi bangsa Indonesia yang religius dan berkarakter yang menjadi pemimpin bangsa di masa lalu hingga saat ini.

Terlepas, diakui atau tidak bahwa kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia terdapat bagian dari peran aktif para kyai zaman dahulu yang sekaligus pengelola pesantren. Pesantren bukan hanya sekedar lembaga pendidikan pada umumnya melainkan sebagai lembaga pendidikan keagamaan yang senantiasa setia mengawal perkembangan bangsa Indonesia.

Pesantren memiliki sifat yang tidak dimiliki oleh lembaga-lembaga non pesantren, yaitu sifat kemandirian. Sifat inilah yang menjadikan pesantren selalu berusaha dan berjuang untuk mencetak santri-santri yang memiliki intelektualitas tinggi sekaligus moralitas yang mapan (berakhlakul karimah).

Pesantren mencetak santri-santri yang tangguh dan pemberani melalui wejangan, nasehat, pendidikan para kyai yang karismatik. Kemandirian, loyalitas dan moralitas adalah hal yang pertama kali diajarkan para kyai di pesantren sehingga menghasilkan generasi santri yang berbadan sehat, berpengetahuan luas, dan berfikiran bebas.

Adapun Santri adalah para siswa-siswi yang mendalami ilmu-ilmu agama di Pesantren kepada para kyai karismatik, baik yang tinggal di pondok maupun pulang setelah selesai waktu belajar. Mereka adalah murid Kyai yang dididik dengan penuh kasih dan sayang untuk menjadi mukmin yang kuat (tidak goyah imannya oleh pergaulan, kepentingan, dan adanya perbedaan).

Santri juga merupakan kelompok yang mencintai negaranya, sekaligus menghormati guru dan orang tua kendati keduanya telah tiada. Mereka adalah kelompok orang yang memiliki kasih sayang pada sesama (sahabat-sahabat) dan sangat pandai bersyukur dengan kondisi keadaannya.

Santri-santri yang saat ini berperan aktif di ranah pemerintahan, ekonomi bisnis, pendidikan, sosial, dan menjadi bagian dari pemimpin negara adalah product pendidikan pesantren yang selalu menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan norma-norma Islam sehingga mampu mewujudkan Baldatun Thoyyibun Wa Rabbun Gofur.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *